roberteleetheman.com – Harvard dan Columbia University menampilkan dua wajah Amerika yang kontras saat Presiden Donald Trump menjadi sorotan dalam pidato dan kunjungannya ke institusi pendidikan tinggi. Di Harvard, para pendukung Trump menyambutnya dengan tepuk tangan meriah dan sorak sorai. Sementara itu, mahasiswa Columbia mengecam keras wacana pro-Trump yang mulai merebak di lingkungan akademik mereka. Reaksi ini mencerminkan betapa terpecahnya opini politik di kalangan intelektual muda Amerika Serikat.
Kampanye Trump Menjangkau Dunia Kampus
Donald Trump menyasar kampus sebagai medan tempur baru dalam kampanyenya menjelang pemilu 2024. Ia tidak hanya berupaya menarik simpati kalangan konservatif, tetapi juga ingin mematahkan dominasi progresif yang selama ini mengakar di universitas-universitas elite. Trump menggelar pidato di Harvard dengan membawa narasi kebebasan berbicara dan melawan ‘cancel culture’ yang menurutnya membungkam pandangan konservatif di kampus.
Kegembiraan Harvard: Simpati terhadap Konservatisme
Sebagian mahasiswa dan dosen di Harvard menunjukkan antusiasme terhadap ide-ide Trump. Mereka bertepuk tangan saat Trump menyerukan perlindungan kebebasan akademik dan menolak indoktrinasi politik dalam pengajaran. Simpati ini tumbuh dari kegelisahan terhadap tekanan sosial di kampus yang dianggap hanya mengakomodasi pandangan kiri. Mahasiswa konservatif memanfaatkan momentum ini untuk menyuarakan keberadaan mereka yang selama ini mereka anggap terpinggirkan.
Kemarahan Columbia: Penolakan terhadap Narasi Trump
Sebaliknya, mahasiswa Columbia memprotes keras setiap upaya membawa ideologi medusa88 Trump ke ruang akademik mereka. Mereka menggelar aksi duduk dan demonstrasi damai untuk menolak kehadiran pembicara konservatif yang mereka nilai menyebarkan retorika kebencian dan diskriminasi. Columbia menjadi simbol perlawanan terhadap wacana Trump yang dianggap mengancam nilai-nilai keberagaman, inklusivitas, dan hak asasi manusia.
Perang Budaya Merambah Dunia Pendidikan
Perbedaan reaksi di Harvard dan Columbia menunjukkan bahwa perguruan tinggi kini menjadi ajang perang budaya yang sesungguhnya. Trump memanfaatkan isu-isu kampus untuk memperkuat basis dukungan di kalangan muda konservatif. Sementara itu, mahasiswa progresif menilai langkah ini sebagai ancaman terhadap integritas pendidikan tinggi yang inklusif dan berbasis fakta.
Kampus Sebagai Medan Politik Baru
Sorak sorai di Harvard dan cemoohan di Columbia menandakan bahwa dunia akademik tidak lagi steril dari politik praktis. Kampus berubah menjadi cermin pertarungan ideologi nasional. Trump dan para pendukungnya memanfaatkan momentum ini untuk membentuk opini dan merebut panggung generasi muda. Perang kampus ini bukan sekadar soal kebijakan pendidikan, melainkan bagian dari pertarungan besar tentang masa depan Amerika.